Sejarah Perjalanan Hijrah Nabi Muhammad Shollahu Alaihi Wasallam

 
 
 Sejarah kisah hijrah nabi Muhammad SAW ke Madinah merupakan bagian dari sejarah Islam dimana pada masa itu, nabi Muhammad meninggalkan Mekah dan memutuskan untuk melanjutkan penyebaran Islam di Madinah. Perjalanan ini terjadi pada sekitar bulan Juni tahun 622 dan berakhir ketika Mekah berhasil dikuasai oleh tentara Muslim pada tahun 630. Ada beberapa kejadian yang terjadi sebelum nabi Muhammad SAW memutuskan untuk melakukan hijrah ke Madinah dimana yang pertama adalah Tahun Duka Cita karena wafatnya Khadijah, istrinya dan Abu Talib, pamannya. Kejadian kedua adalah klaim nabi Muhammad SAW yang menyatakan bahwa ia telah mengalami hal yang disebut Isra’ Miraj, perjalanan spiritual menuju Masjidil Aqsa. Kejadian berikutnya adalah perjanjian Aqabah yang membuat banyak Muslim berimigrasi menuju Abyssinia / Habasayah (Sekarang Bernama Ethiopia). Kejadian yang terakhir adalah percobaan pembunuhan terhadap nabi Muhammad SAW yang gagal total.

Masa Nabi Muhammad SAW Sebelum Hijrah
       Sebelum sejarah kisah hijrah nabi Muhammad SAW ke Madinah terjadi, nabi Muhammad SAW tinggal di Mekah selama 52 tahun hidupnya mulai dari masa ketika ia lahir. Nabi Muhammad SAW yang telah menjadi yatim piatu dari kecil mulai dikenal sebagai sebuah saudagar yang jujur dan impartial dan karena hal tersebut ia juga sering dipanggil untuk membantu menyelesaikan masalah. Karena reputasinya sebagai orang yang jujur ini, nama Muhammad semakin dikenal dan menarik perhatian seorang Janda di Mekah yang bernama Khadijah binti Khuwaylid. Khadijah mendatangi nabi Muhammad SAW dengan tujuan agar Muhammad mampu memegang operasi besarnya di Syria yang secara luar biasa dikerjakan oleh nabi Muhammad SAW. Setelah nabi Muhammad SAW pulang dari Syria, Khadijah melamarnya, dan kejadian ini tanpa diketahui siapapun nantinya akan menjadi salah satu batu penopang sejarah kisah hijrah nabi Muhammad SAW ke Madinah.

       Nabi Muhammad SAW mendapat perintah untuk menjadi rasul dan menyebarkan agama Allah yang juga terjadi sebelum perjalanannya ke Madinah ketika ia sedang bertapa di goa Hira untuk mempertanyakan spiritualitasnya sendiri. Pada masa itu, tiba-tiba malaikat Jibril datang dan menyuruh nabi Muhammad SAW untuk membaca ayat yang kelak dikenal berasal dari surat al-Alaq ayat 1 hingga 5. Setelah turunnya wahyu pertama dari Allah, nabi Muhammad SAW mulai berkeliling ke seluruh penjuru Arab untuk menjajakan agama baru yang ia bawa. Di masa tersebut, nabi Muhammad SAW menemui banyak penolakan oleh bangsa Arab dimana nabi Muhammad dilecehkan atau yang paling ekstrem adalah pembunuhan besar-besaran umat Muslim.
Gua TSUR

       Sejarah kisah hijrah nabi Muhammad SAW ke Madinah baru benar-benar dimulai dengan terjadinya Tahun Duka Cita, yaitu sebuah tahun hijriah yang terjadi sekitar tahun 619 atau 623. Kejadian ini ditandai dengan wafatnya istri tercintanya, Khadijah, beserta pamannya, Abu Talib. Dengan meninggalnya Abu Talib, proteksi terhadap nabi Muhammad SAW mulai berkurang sesuai dengan taktik awal Abu Lahab yang berniat membunuh nabi Muhammad SAW. Bagian lainnya yang menjadi alasan mengapa nabi Muhammad SAW memindahkan tempat kegiatan muslim menuju sebuah lokasi lain adalah karena nabi Muhammad SAW mengalami hal yang ia sebut sebagai Isra’ Mi’raj dan menceritakannya kepada para pengikut.

        Salah satu yang membuat Nabi Muhhammad melakukan hijrah pada tahun 622 dari Makkah menuju Yastrib  320 kilometres (200 mil) utara Mekkah yang kemudian berubah nama menjadi Madinah adalah terdapat skenario pembunuhan kepada Nabi Muhammad, bersama Abu Bakar al-Shiddiq Nabi berhijrah. Dalam episode hijrahnya ini pernah bersinggah di sebuah gua. Gua dalam kamus bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai liang atau lubang besar pada kaki gunung, dalam bahasa Arabnya disebut gar atau kahf.
Gua HIRA

       Ada 2 gua yang sangat bersejarah dalam hidup Rasululllah, yaitu gua Hira dan gua Tsur. Gua Hira adalah tempat berkontemplasi Nabi, di situlah Nabi Muhammad SAW. menerima wahyu dari Allah yang pertama kalinya melalui malaikat Jibril. Berdasarkan wikipedia, letak gua Hira di negara Arab Saudi, tepatnya pada tebing yang menanjak agak curam walau tidak terlalu tinggi, oleh karenanya untuk menuju gua itu harus memiliki fisik yang kuat. Sedangkan gua Tsur adalah, bagian dari salah satu peristiwa yang menegangkan dalam episode hijrahnya Rasul menuju Madinah. Gua Tsur tersebut dijadikan tempat peristirahatan dan persembunyian Rasul beserta Abu Bakar dari kejaran orang kafir Quraisy selama 3 malam. Gua Tsur ini terdapat pada Jabal Tsur, kurang lebih 6 km di sebelah selatan Masjidil Haram. Untuk ke sana perlu mendaki selama 1.5 jam.
       Sebelum Nabi memutuskan hijrah menuju Madinah - dimana kepribadian luhurnya dikenal dan masyhur di sana - bersama sayyidina Abu Bakar al-Shiddiq, Nabi Muhammad atas izin Allah sudah mengetahui para pemuka Quraisy yang mempersiapkan para pemuda perkasa yang berasal dari tiap-tiap kabilah Quraisy untuk membunuh Nabi Muhammad SAW. Tujuannya supaya Bani Hasyim dan Bani Muthallib - kabilah dari mana Nabi Muhammad SAW berasal - tidak berani untuk menuntut balas, sebab semua kabilah Quraisy terlibat dalam pembunuhan tersebut.
       Selanjutnya, pada suatu malam yang telah direncanakan, para algojo mengepung rumah Nabi SAW. dari segala penjuru. Rasulullah menyadari hal itu dan berserah diri sepenuhnya kepada Allah. Salah satu cara Rasul adalah sholat, karena sholat merupakan cara yang ampuh mendapat pertolongan dan keselamatan dari Allah SWT secara langsung. Selesai sholat, Nabi SAW menemui Ali bin Abi Tahlib menyuruhnya untuk tidur di tempat perbaringan dan memakai selimut yang biasa beliau gunakan. Dengan penuh keimanan bahwa diri Rasul akan selamat dan mendapat pertolongan Allah SWT. beliau pun keluar rumah. Konon, Nabi Muhammad sempat menabur pasir lembut ke kepala para algojo, sambil membacakan ayat QS. Yasin ayat 9 "Dan Kami adakan di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka dinding (pula), dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat." Atas kekuasaan Allah, tidak seorang pun dari algojo yang mengepung tadi melihat kepergian Nabi Muhammad SAW.
       Tidak sampai di sini saja, pada perjalanannya menuju Madinah, setelah para algojo kafir Quraisy menyaksikan yang berbaring di atas tempat tidur adalah sayyidina Ali bin Abi Thalib, bukan Nabi Muhammad SAW. Mereka langsung melakukan pengejaran, pasti Nabi Muhammad menuju Madinah, karena selama ini mereka menyaksikan kebanyakan orang-orang yang datang ke rumah Nabi, dan bertanya di mana rumah Nabi adalah mereka-mereka yang berasal dari Madinah. Rasul pun sangat sadar sekali jika para algojo itu akan mengejarnya. Dengan demikian, Nabi memilih beristirahat dan bersembunyi di dalam gua Tsur bersama Abu Bakar, sembari senantiasa memohon pertolongan, dan perlindungan Allah SWT. Sebagaimana wahyu-Nya "iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in."


Kafir Quraish Mencari Keberadaan Nabi Di Gua Tsur
       Para algojo kafir Quraisy terus mencari kemana perginya Nabi Muhammad, di sana terlihat seorang penggembala, ditanyalah ia. “Mungkin saja mereka dalam gua itu, tapi saya tidak melihat ada orang yang menuju ke sana.” Jawabnya. Abu Bakar keringatan Ketika mendengar jawaban penggembala itu, dan semakin berdetak kencang jantungnya tatkala melihat pedang-pedang yang dibawa para algojo tepat berada di mulut gua. Abu Bakar merapatkan diri kepada Nabi, dan Nabi Muhammad berbisik di telinganya: “Jangan bersedih hati, Allah bersama kita.” 

       Algojo yang sudah naik gunung tepat di mulut gua kemudian turun lagi. “Kenapa kau tidak menjenguk ke dalam gua?” tanya kawan- kawannya.“Ada sarang laba-laba di tempat itu, yang memang sudah ada sejak sebelum Muhammad lahir,” jawabnya. “Saya melihat ada dua ekor burung dara hutan di lubang gua itu. Jadi saya mengetahui tak ada orang di sana.” Para algojo pun yakin bahwa di dalam gua itu tidak ada orang sama sekali ketika ada cabang pohon yang terkulai di mulut gua. Jika ada orang yang akan masuk ke dalamnya, pastilah menghalau dahan-dahan, dan sarang laba-laba itu. Pada akhirnya, para algojo tersebut pulang ke Makkah. Pada saat itu, keimanan Abu Bakar bertambah besar dan kuat kepada Allah dan Rasul-Nya.
       Peristiwa di atas direkam dalam QS. al-Taubah: 40, ž"Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) Maka Sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: "Janganlah kamu berduka cita, Sesungguhnya Allah beserta kita." Maka Allah menurunkan keterangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Al-Quran menjadikan orang-orang kafir Itulah yang rendah. dan kalimat Allah Itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."

      
      Berbicara kisah berarti membicarakan pelajaran berharga yang terkandung di dalamnya, hal ini senada dengan QS. Yusuf: 111: “laqad kana fi qashashihim ‘ibrah li uli al-albab, ma kana hadisan yuftara …” Fungsi dari pengisahan ini untuk meneguhkan hati pembaca atau pendengarnya, bukan untuk sekedar hiburan yang menghabiskan waktu. Salah satu yang dapat kita simpulkan adalah, kehebatan sholat. Dengan sholat berarti kita meneladani Rasulullah, dengan sholat kita tercegah dari tindakan keji dan munkar, dengan mendirikan sholat kita mendapat pertolongan dan perlindungan Allah SWT, dengan sholat berarti kita bekerja kepada Allah. Inilah salah satu esensi dari pensyari'atan sholat pada periode dakwah Nabi di Makkah, salah satu kehebatannya telah Rasul buktikan ketika berhijrah menuju Madinah.
       Jumlah umat Islam di Madinah yang sudah cukup banyak membumbungkan optimisme untuk menjadi Anshar, penolong dan pelindung Rasulullah dan para sahabat Muhajirin. Dan Maha Sempurna Allah dengan segala ketetapan takdir-Nya. Dialah yang menyiapkan kondisi Kota Madinah setelah sebelumnya membekali ketangguhan iman dan mental umat Islam dengan kondisi Mekah yang sulit dan mengancam nyawa. Dialah pula yang menentukan waktu yang tepat bagi Rasul-Nya dan umat Islam untuk memulai fase madani. Allah izinkan Nabi dan para sahabatnya untuk hijrah ke Yatsrib, Madinah al-Munawwarah.


Qubbatul Khodro'  (Qubah Hijau)
       Semua para sahabat yang mampu untuk hijrah, maka wajib bagi mereka berhijrah. Yang lemah dan yang kuat, yang miskin dan yang kaya, laki-laki maupun wanita, dari kalangan merdeka atau hamba sahaya, semua menyambut perintah Allah Ta’ala.
إِنَّ الَّذِينَ تَوَفَّاهُمُ الْمَلاَئِكَةُ ظَالِمِي أَنْفُسِهِمْ قَالُوا فِيمَ كُنْتُمْ قَالُوا كُنَّا مُسْتَضْعَفِينَ فِي الأَرْضِ قَالُوا أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوا فِيهَا فَأُولَئِكَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَسَاءَتْ مَصِيرًا * إِلاَّ المُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ وَالوِلْدَانِ لاَ يَسْتَطِيعُونَ حِيلَةً وَلاَ يَهْتَدُونَ سَبِيلاً * فَأُولَئِكَ عَسَى اللهُ أَنْ يَعْفُوَ عَنْهُمْ وَكَانَ اللهُ عَفُوًّا غَفُورًا * وَمَنْ يُهَاجِرْ فِي سَبِيلِ اللهِ يَجِدْ فِي الأَرْضِ مُرَاغَمًا كَثِيرًا وَسَعَةً وَمَنْ يَخْرُجْ مِنْ بَيْتِهِ مُهَاجِرًا إلى اللهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ يُدْرِكْهُ الْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ أَجْرُهُ عَلَى اللهِ وَكَانَ اللهُ غَفُورًا رَحِيمًا
“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya: “Dalam keadaan bagaimana kamu ini?”. Mereka menjawab: “Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)”. Para malaikat berkata: “Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?”. Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali, kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau wanita ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah), mereka itu, mudah-mudahan Allah memaafkannya. Dan adalah Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nisa: 97-100).

Suasana Kota Madinah
Hijrah Bukan Sekedar Berpindah
      Saat ini, sebagian umat Islam, ketika mendengar kata hijrah atau peristiwa hijrah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Mekah ke Madinah, menganggapnya sebagai suatu perpindahan biasa, layaknya migrasi penduduk dengan segala kerepotannya. Padahal tidaklah semudah itu. Ini adalah perjuangan yang besar. Bentuk perlawanan terhadap kaum musyrikin Mekah bahkan Jazirah Arab secara umum. Kehilangan nyawa sebuah resiko yang begitu terpapar di depan mata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya.
       Hijrah bukanlah melarikan diri. Hijrah adalah persiapan membekali diri untuk kehidupan akhirat. Karena itulah, Allah Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ هَاجَرُوا فِي سَبِيلِ اللهِ ثُمَّ قُتِلُوا أَوْ مَاتُوا لَيَرْزُقَنَّهُمُ اللهُ رِزْقًا حَسَنًا وَإِنَّ اللهَ لَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ * لَيُدْخِلَنَّهُمْ مُدْخَلاً يَرْضَوْنَهُ وَإِنَّ اللهَ لَعَلِيمٌ حَلِيمٌ
“Dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah, kemudian mereka di bunuh atau mati, benar-benar Allah akan memberikan kepada mereka rezeki yang baik (surga). Dan sesungguhnya Allah adalah sebaik-baik pemberi rezeki. Sesungguhnya Allah akan memasukkan mereka ke dalam suatu tempat (surga) yang mereka menyukainya. Dan sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun.” (QS. Al-Hajj: 58-59).
       Ditambah lagi, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam barulah berhijrah tatkala semua sahabatnya telah berangkat menuju Madinah. Hal ini semakin menguatkan bahwa hijrah bukanlah bentuk melarikan diri.
      Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jauh lebih mementingkan keselamatan dan keamanan umatnya dibanding keselamatan dirinya. Inilah jiwa seorang pemimpin. Seorang nahkoda bukanlah orang yang pertama meninggalkan kapal saat ia akan karam. Ia akan menjadi yang terakhir keluar setelah memastikan awak dan penumpangnya selamat terlebih dahulu. Tidaklah tersisa di Mekah kecuali Rasulullah, Abu Bakar, dan Ali bin Abi Thalib sebagai orang-orang yang paling akhir menempuh perjalanan.
Ada beberapa hal yang bisa dicermati dari peristiwa hijrah:
Pertama, hijrahnya umat Islam secara menyeluruh terjadi setelah pintu dakwah sudah tertutup di Mekah.
         Hijrah ke Madinah bukanlah hijrah yang pertama dialami umat Islam. Sebelumnya sebagian sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menempuh dua kali hijrah ke negeri Habasyah. Kesempatan untuk berdakwah di Mekah begitu kecil atau bahkan tertutup. Mengapa tertutup? Karena orang-orang kafir Quraisy berencana untuk membunuh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah wafatnya paman beliau, Abu Thalib, tiga tahun sebelum hijrah. Saat itulah, strategi hijrah mulai disusun oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
     Sejak Awal mula, dakwah di Mekah memang sudah sulit. Namun Allah Ta’ala tidak memerintahkan Rasul-Nya untuk berhijrah. Hingga akhirnya pintu tersebut mulai dirasa begitu rapat, barulah Allah perintahkan Rasul-Nya dan umat Islam untuk berhijrah. Dari sini kita bisa mengambil pelajaran yang begitu mendalam, ketika pintu dakwah masih terbuka walaupun dirasa sulit, maka kita hendaknya berusaha mengajak orang-orang kepada kebenaran.
Kedua, saat seluruh umat Islam melakukan hijrah, maka Madinah yang dipilih menjadi tujuan bukan Habasyah.
       Kota tujuan hijrah bisa saja bukan Kota Madinah jika Bani Syaiban atau Bani Hanifah atau Bani Amir beriman. Namun Allah Ta’ala menginginkan Madinah seabgai tempat hijrah Nabi-Nya. Kultur masyarakat Madinah yang merupakan bangsa Arab, tidak jauh berbeda dengan masyarakat Mekah sehingga para sahabat tidak begitu kesulitan untuk beradaptasi.
       Jaminan keamanan di Madinah pun lebih besar dibandingkan di Habasyah. Di Habasyah, hanya An-Najasyi yang beriman, jika ia wafat, maka keselamatan kaum muslimin kembali terancam. Selain itu, terbentuknya negara Islam lebih besar peluangnya di Madinah dibanding Habasyah.
Ketiga, umat Islam diperintahkan menuju tempat yang sama untuk berhijrah.
       Dalam syariat hijrah kali ini. Komunitas umat Islam Mekah diperintahkan menuju daerah yang satu bukan dibebaskan menuju daerah manapun yang mereka inginkan. Banyak sekali faidah dari hal ini. Di antaranya kebersamaan dan kekeluargaan tetap terjaga. Keselataman lebih terpelihara dibandikan satu orang menuju satu negeri lainnya. Lebih mudah beradaptasi. Keimanan juga terjaga dengan berkumpulnya mereka dengan orang-orang beriman lainnya. Dll.


Masjid Nabawi - Madinah Al-Munawwarah
Penutup
       Inilah sekelumit catatan yang melatar-belakangi hijrahnya Nabi dan para sahabatnya dari Mekah ke Madinah. Sebuah tempat yang belum dikunjungi oleh para sahabat. Negeri yang tidak mereka kenal tabiat penduduknya. Sebuah tempat dimana terdapat komunitas besar Yahudi yang juga belum pernah mereka jumpai. Yang mereka tahu tentang kaum itu hanyalah dari wahyu, bahwa mereka adalah kelompok yang jelek, yang suka menyelisihi para nabi dan rasul Allah. Dan di Madinah yang masih bernama Yatsrib itu pula Yahudi menguasai ekonomi masyarakatnya.
       Demikianlah pembuka kisah hijrah, yang mengawali kisah-kisah lainnya yang Insha ALLAH akan kami susun. Semoga bermanfaat...



Surabaya, 1 Muharram 1438H
2   Oktober   2016M
Musthofa Achmad Baradja, Lc


EmoticonEmoticon